Minggu, 28 November 2010

WAYANG

Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti "bayangan".
Jika ditinjau dari arti filsafatnya "wayang" dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah dan lain-lain.
Sebagai alat untuk memperagakan suatu ceritera wayang.
Dimainkan oleh seorang dalang yang dibantu oleh beberapa orang penabuh gamelan dan satu atau dua orang waranggana sebagai vokalisnya.
Di samping itu, seorang dalang kadang kadang juga mempunyai seorang pembantu khusus untuk dirinya, yang bertugas untuk mengatur wayang sebelum permainan dimulai dan mempersiapkan jenis tokoh wayang yang akan dibutuhkan oleh dalang dalam menyajikan ceritera.
Fungsi dalang di sini adalah mengatur jalannya pertunjukan secara keseluruhan.
Dialah yang memimpin semua crewnya untuk luluh dalam alur ceritera yang disajikan.
Bahkan sampai pada adegan yang kecil-kecilpun harus ada kekompakan di antara semua crew kesenian tersebut.
Dengan demikian, di samping dituntut untuk bisa menghayati masing-masing karakter dari tokoh-tokoh yang ada dalam pewayangan, seorang dalang juga harus mengerti tentang gending (lagu).
Desain lantai yang dipergunakan dalam permainan wayang berupa garis lurus, dan dalam memainkan wayang, seorang dalang dibatasi oleh alas yang dipakai untuk menancapkan wayang.
Dalam pertunjukan wayang dikenal set kanan dan set kiri.
Set kanan merupakan kumpulan tokoh tokoh atau satria-satria pembela kebenaran dan kebajikan, sedangkan set kiri adalah tempat tokoh-tokoh angkara murka.
Walaupun demikian ketentuan ini tidak mutlak.
Untuk memperagakan berbagai setting/dekorasi dan pergantian adegan biasanya dipakai simbol berupa gunungan.
Pertunjukan wayang bisa dilakukan pada siang maupun malam hari, atau sehari semalam.
Lama pertunjukan untuk satu lakon adalah sekitar 7 sampai 8 jam.
Instrumen musik yang digunakan dalam mengiringi pertunjukan wayang secara lengkap adalah gamelan Jawa pelog dan slendro, tetapi bila tidak lengkap yang biasa digunakan adalah dan jenis slendro saja.
Vokalis putri dalam iringan musik yang disebut waranggono bisa satu orang atau lebih.
Di samping itu, masih ada vokalis pria yang disebut penggerong atau wirasuara, yang jumlahnya 4 sampai 6 orang dan bertugas mengiringi waranggana dengan suara "koor".
Vokalis pria ini bisa disediakan khusus atau dirangkap oleh penabuh gamelan, sehingga penabuh gamelan adalah juga penggerong.
Dalam menentukan lakon yang akan disajikan seorang dalang tidak bisa begitu saja memilih sesuai dengan kehendaknya.
Ia dibatasi oleh beberapa faktor.
Diantaranya adalah:
(1) jenis wayang yang dipergunakan sebagai alat peragaan;
(2) kepercayaan masyarakat sekitarnya;
(3) keperluan diadakannya pertunjukan tersebut.
Jenis wayang akan mempengaruhi lakon yang bisa disajikan lewat wayang-wayang tersebut.
Seperangkat wayang kulit misalnya hanya dapat dipakai untuk memainkan ceritera-ceritera dari Mahabarata atau Ramayana.
Wayang kulit tidak bisa di pakai untuk menampilkan babad Menak.
Sebaliknya perangkat wayang golek tidak dapat digunakan untuk melakonkan Mahabarata, ini dikarenakan tokoh tokoh yang ada dalam wayang-wayang tersebut memang sudah dibuat untuk pementasan lakon-lakon (ceritera-ceritera) tertentu.
Dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, yang masih patuh pada tradisi dan adat istiadat peninggalan para leluhurnya, banyak kita jumpai pantangan-pantangan atas suatu lakon tertentu untuk pertunjukan wayang.
Sebagian masyarakat misalnya beranggapan bahwa lakon Bharatayuda tabu untuk dipentaskan dalam upacara perayaan perkawinan.
Apabila pantangan ini dilanggar, orang yakin bahwa keluarga tersebut akan mengalami kesusahan.
Entah akan ada anggota keluarga yang meninggal, akan terjadi perceraian dalam keluarga tersebut, atau malapetaka lainnya.
Di daerah-daerah pedesaan juga masih banyak kita jumpai upacara-upacara adat yang diselenggarakan dengan pertunjukan wayang.
Untuk suatu upacara tertentu, lakon wayang yang dipentaskan juga tertentu.
Pada upacara bersih desa, yaitu selamatan sesudah panen, lakon yang harus dipertunjukkan adalah "Kondure Dewi Sri" (Pulangnya Dewi Sri), sedangkan untuk upacara ngruwat lakonnya adalah Batara Kala.
Selain batasan-batasan ini lakon wayang sering kali juga ditentukan oleh permintaan penanggap2 atau atas kesepakatan antara pihak dalang dan penanggap wayang.
Mengenai asal mula timbulnya wayang di Indonesia pendapat dari beberapa ahli dapat digunakan sebagai pedoman untuk memaparkan hal ini.
Salah satu pendapat yang didukung oleh data yang kuat disampaikan oleh Sri Mulyono. Mengenai timbulnya pertunjukan wayang ini Mulyono berpendapat bahwa pertunjukan wayang kulit dalam bentuknya yang asli, yaitu dengan segala sarana pentas / peralatannya yang serba sederhana, yang pada garis besarnya sama dengan yang sekarang kita lihat, yaitu dengan menggunakan wayang dari kulit diukir (ditatah), kelir, blencong, kepyak, kotak dan lain sebagainya, sudah dapat dipastikan berasal dan merupakan hasil karya orang Indonesia asli di Jawa, sedangkan timbulnya jauh sebelum kebudayaan Hindu datang.
Pertunjukan wayang kulit ini pada dasarnya merupakan upacara keagamaan atau upacara yang berhubungan dengan kepercayaan untuk menuju "Hyang", dilakukan di malam hari oleh seorang medium (syaman) atau dikerjakan sendiri oleh kepala keluarga dengan mengambil ceritera-ceritera dari leluhur atau nenek moyangnya.
Upacara ini dimaksudkan untuk memanggil dan berhubungan dengan roh nenek moyang guna memohon pertolongan dan restunya apabila keluarga itu akan memulai atau telah selesai menunaikan suatu tugas.
Upacara semacam ini diperkirakan timbul pada jaman Neohithik Indonesia atau pada ± tahun 1500 SM.
Dalam perkembangannya kemudian upacara ini dikerjakan oleh seorang yang memiliki keahlian, atau menjadikannya suatu pekerjaan tetap, yang disebut dalang.
Dalam kurun waktu yang cukup lama pertunjukan wayang kemudian terus berkembang setahap demi setahap namun tetap mempertahankan fungsi intinya, yaitu sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan sistim kepercayaan dan pendidikan.
Berkenaan dengan perkembangan kesenian wayang ini sebagai ibu kota kerajaan Mataram Baru, Yogyakarta telah memberikan tempat hidup yang subur bagi kesenian wayang, sebagaimana tercermin dan didirikannya sekolah dalang Habiranda pada tahun 1925 di kota ini.
Kini para dalang lulusan sekolah Habiranda banyak tersebar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mengenai jenis wayang yang dikenal oleh masyarakat Jawa, ternyata ada beberapa jenis yaitu: Wayang Kulit/ Purwa; Wayang Klithik; Wayang Golek dan Wayang Orang.

GAMELAN

CEMPLUNG
Celempung Instrumen kawat-petik, dibingkai pada semacam gerobogan (juga berfungsi sebagai resonator) yang berkaki dua pasang; sepasang kaki muka lebih tinggi dari sepasang kaki belakang, maka instrumen berposisi menurun ke arah pemainnya. Kawatnya, terdiri dari tiga-belas pasang, ditegangkan antara paku untuk melaras (di atas) dan paku-paku kecil (di bawah). Kepingan metal diletakkan di sisi atas gerobogan, sebagai jembatan pemisah kawat-kawat. Celempung dimainkan dengan jari jempol tangan kiri dan kanan; jari tangan lainnya dipakai sebagai penutup kawat - kawat yang tidak dipetik, untuk menghilangkan resonansi suara mereka. Dalam permainannya, celempung mendasarkan pada perangkaian pola pola lagu. Gambang Instrumen dibuat dari bilah - bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu. Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme - ritme sinkopasi.

BONANG 
Satu set sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horisontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah-tengah pada sisi deretan gong beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan.
Ada tiga macam bonang, dibeda-bedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya dalam ansambel.

BONANG BARUNG :
Bonang berukuran sedang, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel.
Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya.
Pada jenis gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing (menentukan gendhing yang akan dimainkan) dan menuntun alur lagu gendhing.
Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.

BONANG PANERUS
Bonang yang paling kecil, beroktaf tinggi.
Pada teknik tabuhan pipilan, bonang panerus berkecepatan dua kali lipat dari pada bonang barung.
Walaupun mengantisipasi nada-nada balungan, bonang panerus tidak berfungsi sebagai lagu tuntunan, karena kecepatan dan ketinggian wilayah nadanya.
Dalam teknik tabuhan imbal-imbalan, bekerja sama dengan bonang barung, bonang panerus memainkan pola-pola lagu jalin menjalin.
 
GAMBANG
Instrumen dibuat dari bilah - bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator.
Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih.
Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu.
Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg.
Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme - ritme sinkopasi.

GENDER
Instrumen terdiri dari bilah-bilah metal ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator.
Gender ini dimainkan dengan tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan kain) dengan tangkai pendek.
Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:
- gender barung dan
- gender panerus.

GENDER BARUNG
Gender berukuran besar, beroktaf rendah sampai tengah. Salah satu dari instrumen pemuka, gender barung memainkan pola
pola lagu berketukan ajeg (cengkok) yang dapat menciptakan tekstur sonoritas yang tebal dan menguatkan rasa pathet gendhing.
Beberapa gendhing mempunyai pembuka yang dimainkan gender barung; gendhing-gendhing ini dinamakan gendhing gender.
Dalam pertunjukan wayang, pemain gender mempunyai peran utama harus memainkan instrumennya hampir tidak pemah berhenti selama semalam suntuk dalam permainan gendhing, sulukan, dan grimingan.

GENDER PANERUS
Gender berukuran kecil, beroktaf tengah sampai tinggi. Meskipun instrumen mi tidak harus ada dalam ansambel, kehadirannya menambah kekayaan tekstur gamelan.
Gender ini memainkan lagunya dalam pola lagu ketukan ajeg dan cepat.

KEMPUL
Gong gantung berukuran kecil. Kempul menandai aksen-aksen penting dalam kalimat lagu gendhing.
Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; kadang-kadang kempul mendahului nada balungan berikutnya; kadang-kadang ia memainkan nada yang membentuk interval kempyung dengan nada balungan, untuk menegaskan rasa pathet.

KENDHANG
Kendhang asimetris bersisi dua dengan sisi kulitnya ditegangkan dengan tali dan kulit atau rotan ditata dalam bentuk ‘Y.’ Kendhang diletakkan dalam posisi horisontal pada gawangannya (plangkan), dimainkan dengan jari dan telapak tangan.
Kendhang benfungsi menentukan irama dan tempo (menjaga keajegan tempo, menuntun peralihan ke tempo yang cepat atau lambat, dan menghentikan tabuhan gendhing (suwuk)).
Di samping menetapkan irama dan tempo, untuk gamelan iringan tari-tarian dan pertunjukan wayang kendhang juga menginingi gerakan penari atau wayang.
Fungsi-fungsi ini menjadikan kendhang berperan penting dalam ansambel sebagai salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel.
Berdasarkan atas ukuran dan fungsinya, terdapat empat macam kendhang:
- kendhang ageng,
- kendhang wayangan,
- kendhang ciblon, dan
- kendhang ketipung.

KENDHANG AGENG
Kendhang yang paling besar, dimainkan untuk gendhing atau seksi dari gendhing yang berwatak tenang dan wibawa (regu). Dalam teknik kendhang kalih, kendhang ageng dimainkan dalam kombinasinya dengan kendhang ketipung.
KENDHANG WAYANGAN
Kendhang berukuran kecil untuk mengiringi tari-tarian. Kendhang ini juga dimainkan dalam klenengan, memainkan pola-pola ritme yang berasosiasi dengan gerakan gerakan tari.

KENONG
Satu set instrumen jenis gong berposisi horisontal, ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu. Dalam memberi batasan struktur suatu gendhing, kenong adalah instrumen kedua yang paling penting setelah gong.
Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong, atau kenongan.
Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing;
ia bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan;
ia boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.

GONG
Kata yang menirukan bunyi, kata gong khususnya menunjuk pada gong gantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain.
Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang.
Gong sangat penting untuk menandai berakhirnya satuan kelompok dasar lagu, sehingga kelompok itu sendiri (yaitu kalimat lagu di antara dua tabuhan gong) dinamakan gongan. Ada dua macam gong:
- gong ageng (besar) dan
- gong suwukan atau gong siyem yang berukuran sedang.

GONG AGENG
Gong gantung besar, ditabuh untuk menandai permulaan dan akhiran kelompok dasar lagu (gongan) gendhing.

GONG SUWUKAN
Gong gantung berukuran sedang, ditabuh untuk menandai akhiran gendhing yang berstruktur pendek, seperti lancaran, srepegan, dan sampak.

KETHUK KEMPYANG
Dua instrumen jenis gong berposisi horisontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu.
Kethuk - kempyang memberi aksen-aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat kalimat yang pendek.
Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak ayakan, kethuk ditabuh di antara ketukan ketukan balungan, menghasilkan pola-pola jalin-menjalin yang cepat.
 
REBAB
Instrumen kawat-gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi.
Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih.
Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan.
Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing.
Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.

SARON
Istilah umum untuk instrumen - instrumen berbentuk bilahan dengan enam atau tujuh bilah (satu oktaf atau satu oktaf dan satu nada) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator.
Instrumen mi ditabuh dengan tabuh dibuat dari kayu atau tanduk (yang akhir ini untuk peking).
Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis saran:

- demung,
- saron barung, dan
- saron panerus atau peking.

DEMUNG
Saron berukuran besar dan beroktaf tengah.
Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas.
Pada teknik pinjalan, dua demung dan slenthem membentuk lagu jalin-menjalin.
Umumnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung.
Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai lebih dari dua demung.SARON

BARUNG
Saron berukuran sedang dan beroktaf tinggi.
Seperti demung, saron barung memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas.
Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron barung memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai satu atau dua saran barung, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dan dua saron barung.
Suatu perangkat gamelan bisa mempunyai saron wayangan yang berbilah sembilan. Sebagaimana namanya menunjukkan, saron ini dimainkan khususnya untuk ansambel mengiringi pertunjukan wayang.

SARON PANERUS (PEKING)
Saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi.
Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
Lagu peking juga berusaha menguraikan lagu balungan dalam konteks lagu gendhing.

SLENTHEM
Menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-kadang ia dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah saron;
Ia beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron. Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.


SULING 
Suling bambu yang memainkan lagunya dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris.
Ini dimainkan secara bergantian, biasanya pada waktu lagunya mendekati akhiran kalimat.
Tetapi kadang - kadang pemain suling juga memainkan lagu lagu pendek di permulaan atau di tengah kalimat lagu.


KEMANAK
Instrumen berbentuk seperti buah pisang, dianggap sebagai instrumen kuna.Kemanak ditabuh dalam ansambel untuk mengiringi beberapa macam tari Bedhaya , Serimpi dan Santiswaran.
 

SITER 
Siter adalah alat musik petik memiliki 11 pasang senar, direntang kedua sisinya di antara kotak resonator. Ciri khasnya satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan. Siter dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama (panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan balungan). Siter dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat).

Nama "siter" berasal dari Bahasa Belanda "citer", yang juga berhubungan dengan Bahasa Inggris "zither".

Senar siter dimainkan dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar.

Siter dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.
 

KEPRAK 
Keprak adalah suatu alat yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi "prak-prak".

Dalam pergelaran wayang kulit purwa gaya Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah. Sedangkan untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang efek bunyi yang ditimbulkan "ting-ting".

Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan keprak dengan baik. Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan solah (gerak) wayang. Dalang wayang kulit gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek suara lebih nyaring.